Gangguan Tidur Psikosomatis

Tidur merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang memiliki fungsi perbaikan dan homeostatik (mengembalikan keseimbangan fungsi-fungsi normal tubuh) serta penting pula dalam pengaturan suhu dan cadangan energi normal. Tidur disertai oleh berbagai perubahan fungsi tubuh normal, termasuk di dalamnya pernapasan, jantung, otot, suhu badan, hormonal dan tekanan darah. Sebenarnya tidur adalah suatu keadaan organisme yang teratur, berulang dan mudah dibalikkan (dibangunkan) yang ditandai oleh keadaan tubuh yang relatif tidak bergerak dan "kurang responsif" (ambang respon tubuh meningkat) dibandingkan waktu terjaga. Saat seseorang jatuh tertidur, gelombang otaknya mengalami perubahan karakteristik tertentu yang dapat dicatat melalui suatu alat yang dikenal dengan nama Elektroensefalografi (EEG).

Tidur terdiri dari dua keadaan fisiologis, yaitu tidur dengan gerakan mata tidak cepat (NREM) dan tidur dengan gerakan mata cepat (REM). Pada orang normal, tidur NREM adalah keadaan yang relatif tenang tidak terjaga, kecepatan denyut jantung biasanya lebih lambat 5 sampai 10 menit di bawah tingkat terjaga penuh dan sangat teratur.

Gangguan-gangguan tidur dapat terdeteksi dengan melihat hasil rekaman EEG seseorang dan membandingkannya dengan keadaan normal. Frekuensi pernapasan dan tekanan darah juga mengalami penurunan. Sedangkan pada periode REM, pencatatan EEG mirip dengan pola saat terjaga dan cenderung tidak beraturan. Pola REM ini akan tercatat pada saat orang yang bersangkutan sedang bermimpi.

Pola tidur berubah sepanjang kehidupan seseorang. Pada masa bayi baru lahir (neonatal), tidur REM mewakili lebih dari 50% waktu tidur total dimana bayi tidur kira-kira 16 jam sehari dengan periode terjaga yang singkat. Pada usia 4 bulan, pola berubah sehingga presentasi total tidur REM turun sampai kurang dari 40%. Pada stadium dewasa muda, stadium tidur berubah dengan proporsi REM 25% dan NREM 75%.

Banyak penelitian menunjukkan bahwa peristiwa tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon antara lain serotonin, asetilkolin dan dopamin yang saling berinteraksi dalam menidurkan dan membangunkan seseorang. Beberapa orang secara normal adalah petidur yang normal yang memerlukan tidur kurang dari enam jam setiap malam dan yang berfungsi secara adekuat. Petidur lama adalah mereka yang tidur lebih dari sembilan jam setiap malamnya untuk dapat berfungsi secara adekuat. Periode kekurangan tidur yang lama kadang-kadang menyebabkan disorganisasi ego, halusinasi bahkan waham.

Tidur dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dimaksud disini adalah irama biologis tubuh, dimana dalam periode 24 jam, orang dewasa tidur sekali, kadang 2 kali. Sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh siklus terang gelap, rutinitas harian, periode makan, dan penyelaras eksternal lainnya. Faktor-faktor inilah yang membentuk siklus 24 jam.

Gangguan tidur merupakan suatu permasalahan yang banyak dialami, terutama di negara-negara maju yang kaya akan rutinitas. Gejala utama yang menandai gangguan tidur adalah insomnia, hipersomnia dan parasomnia.

Insomnia adalah kesukaran dalam memulai atau mempertahankan tidur. Keadaan ini adalah keluhan tidur yang paling sering, dapat bersifat sementara maupun persisten. Periode singkat insomnia paling sering berhubungan dengan kecemasan, baik yang berhubungan dengan pengalaman yang mencemaskan atau dalam menghadapi suatu pengalaman yang menimbulkan kecemasan (misalnya peristiwa kedukaan, atau akan menghadapi persidangan).

Insomnia persisten adalah jenis yang cukup sering, gangguan ini terdiri dari sekelompok kondisi di mana masalah yang paling sering adalah kesulitan untuk jatuh tertidur dan melibatkan dua masalah yaitu ketegangan dan kecemasan dan suatu respon asosiatif yang terbiasakan. Mereka mungkin tidak mengalami kecemasan itu sendiri tetapi selalu mengeluhkannya seolah-olah hal tersebut memang sedang terjadi sehingga mengganggu tidur mereka. Ada pula insomnia yang melibatkan penggunaan obat-obat tertentu atau penyakit organik tertentu yang mengganggu sistem tubuh. Pengobatan untuk kasus-kasus insomnia biasanya dimulai dengan penghilangan kebiasaan (pindah tempat tidur, menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur, dll) jika tidak berhasil dapat diobati dengan obat-obat golongan hipnotik (konsultasi dengan psikiater). Perlu disadari bahwa insomnia merupakan gangguan tidur yang sulit diatasi dan perlu kesabaran dalam terapi.

Hipersomnia bermanifestasi sebagai jumlah tidur yang berlebihan dan mengantuk yang berlebihan di siang hari. Mengantuk berlebihan di siang hari ini harus dibedakan dengan mengantuk karena kelelahan fisik akibat bekerja terlalu keras. Gangguan ini dikenal sebagai narkolepsi dimana pasien tidak dapat menghindari keinginan untuk tidur. Dapat terjadi pada setiap usia tetapi paling sering pada awal remaja atau dewasa muda. Narkolepsi dapat berbahaya karena sering menyebabkan kecelakaan kendaraan bermotor dan industri. Terapi yang dianjurkan adalah memaksakan diri untuk tidur (walau sebentar) di siang hari sampai gejala hilang. Jika tidak sembuh, dapat dibantu dengan obat-obatan (harap konsultasi ke psiakiater).

Parasomnia merupakan fenomena gangguan tidur yang tidak umum dan tidak diinginkan yang tampak secara tiba-tiba selama tidur atau yang terjadi pada ambang antara terjaga dan tidur. Paling sering muncul dalam bentuk mimpi buruk yang ditandai dengan mimpi lama dan menakutkan. Seperti halnya mimpi lainnya, mimpi buruk juga terjadi pada fase REM. Pengobatan spesifik tidak diperlukan, namun pemberian obat-obat yang menekan tidur REM seringkali dapat bermanfaat. Ada juga keadaan yang disebut gangguan teror tidur dimana pasien terjaga dalam pada bagian pertama malam hari selama tidur nonREM yang dalam. Biasanya pasien terduduk di tempat tidur dengan ekspresi ketakutan, berteriak dengan keras, seperti sedang mengalami teror yang kuat.

Gangguan lain adalah gangguan tidur berjalan yang dikenal sebagai somnabulisme dimana pasien seringkali duduk dan melakukan tindakan motorik seperti berjalan, berpakaian, pergi ke kamar mandi, berbicara bahkan mengemudikan kendaraan. Gangguan ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki dan dimulai pada usia 4-8 tahun. Pengobatan terdiri dari tindakan mencegah cedera dan pemberian obat tidur.